Indonesia merupakan negara dengan segudang keberagaman budaya. Hal ini menjadi daya tarik bagi bangsa lain untuk mengetahui dan mempelajarinya. Keberadaan unik ini tentu menjadi tanggung jawab para generasi muda untuk melestarikan kebudayaan tersebut.
Namun, seiring kemajuan peradaban saat ini, kesadaran generasi muda pada ancaman globalisasi dan budaya asing terhadap eksistensi kebudayaan sendiri bisa dinilai semakin luntur. Menjadi sebuah tantangan bagi seluruh masyarakat untuk mempertahankan kebudayaan agar tidak hilang ataupun dicuri bangsa lain.
“Mempertahankan atau menerima yang baru” pernyataan seorang anak muda bernama Wawan. Wawan Noviyanto salah satu generasi muda yang terlahir disebuah kabupaten kecil ujung timur Pulau Madura, Yakni Sumenep. Ia menjadi penerus bangsa yang peduli terhadap Eksistensi Kebudayaan, khususnya budaya Sumenep.
Tak banyak pemuda yang peduli terhadap kebudayaannya. Namun, Wawan memiliki optimisme terhadap eksistensi kebudayaan dimasa depan. Salah satu budaya yang menjadi sorotan adalah Desa Aeng Tong Tong dengan Budaya Penghasil Keris.
Secara geografis, Desa Aeng Tong Tong termasuk dalam wilayah dataran tinggi dan sebagian dataran rendah. Terdapat lahan persawahan yang cukup luas sehingga bagi sebagian masyarakatnya dimanfaatkan untuk ladang tembakau, padi, kebun kelapa hingga bawang.
Terletak sekitar 15 km dari pusat kota, membuat desa ini masih jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Selain bercocok tanam, aktivitas masyarakatnya membuat keris yang tak lepas dari peninggalan para leluhurnya yang sudah menjadi empu sejak zaman dahulu.
Untuk melestarikan tradisi tersebut, budaya pembuatan keris diperkenalkan kepada anak-anak sejak usia dini. Namun sayangnya, kesadaran para generasi muda masih kurang sehingga pada kala itu desa tersebut hampir kehilangan sebutan sebagai Desa Penghasil Keris. Tak hanya itu, banyak dari generasi muda memilih merantau ke luar daerah untuk mendapatkan pekerjaan.
Kepeduliannya akan warisan ini, terbesit secercah harapan dari wawan sebagai generasi penerus yang peduli terhadap kebudayaan, berusaha untuk mempertahankan dan mengembangkan desa tersebut sebagai Desa Penghasil Keris.
“Sebuah budaya harus dipertahankan! Kalau perlu kita kenalkan ke dunia!” Ucap wawan dengan nada penuh semangat. Ia sangat prihatin dengan keadaan ini. Ia tak mau bila tradisi ini mulai hilang atau bahkan tidak sampai kepada anak cucu nanti. Beranjak dari sini, Wawan mencoba merangkul generasi muda desa untuk mulai mempelajari kebudayaan tersebut.
“Lebih baik kerja, daripada buat keris” ungkap rasa pesimis salah seorang pemuda desa. Wawan juga menyadari bahwa kebudayaan tidak terlalu menarik bagi pemuda kalau tidak mengenal makna seseungguhnya lebih jauh. Maka dari itu, kita harus mengenal bahwa keris itu sebenarnya apa? Hanya sekedar benda atau apa?
Dengan tekad penuh semangat, Wawan menggandeng Empu dan pemuda yang memiliki visi sama. Mereka mengadakan sesi tanya jawab mengenai simbol, filosofi, sejarah hingga pemanfaatan keris itu sendiri. Sang Empu menjelaskan bahwa keris bukan sekedar benda. melainkan simbol kepahlawanan dan sikap kesatria. Sedangkan Empu dianggap sebagai orang sakti yang menguasai pengolahan logam, juga memiliki pengetahuan seperti sejarah, sastra psikologi, hingga ilmu goib.
Gagasan pertama dari wawan, menjadikan Desa Aeng Tong Tong sebagai Desa Wisata dengan produk unggulan keris. Tak pernah kehabisan ide, wawan membentuk Kelompok pemuda sadar wisata dengan mengubah gubuk warga menjadi balai budaya sebagai basecamp sekaligus sentra etalase keris.
Harapannya, balai budaya ini menjadi sarana diskusi, etalase,sekaligus gerbang utama untuk menjamu para wisatawan. Untuk sarana promosi, wawan juga menggait Kaconk Cebbing (Putra Putri Sumenep) untuk menggaungkan Kebudayaan Keris. Tak hanya itu, ia kerap menjadi narasumber diberbagai media untuk berdialog seputar keris sekaligus mempromosikan gagasan dan program yang ada di Desa Aeng Tong Tong.
Program tour desa wisata keris, menjadi gagasan kedua sebagai sarana edu wisata. Jadi, wisatawan tidak hanya melihat katalog kerisnya, namun bisa teredukasi secara menyeluruh mengenai keris mulai dari sejarah, filosofi, simbol, jenis, hingga cara pembuatannya. Meski proses pembuatannya memakan waktu lama berkisar mingguan hingga bulanan. Namun wawan mampu mengemasnya dalam ruang edukasi yang menyenangkan.
Wisatawan yang datang akan langsung dijamu di balai budaya, setelah edukasi mengenai keris, dilanjutkan dengan tour desa dengan menyambangi beberapa empu keris. Lalu dilanjutkan dengan praktek pembuatan keris mulai dari penempaan, hingga finishing. Dalam waktu tertentu, wisatawan juga bisa melihat langsung Prosesi Sakral Jamasan Keris.
Tak hanya itu, para pemuda juga mengupayakan agar prosesi sakral tersebut masuk dalam event tahunan pemkab. Dan Puji syukur sudah berjalan beberapa tahun.
Banyak Pemuda Kini Mulai Sadar
Menariknya, Pemuda di desa Aeng Tong-tong, Sumenep ini sudah mulai menyadari bahwa peninggalan budaya didesanya adalah sebuah potensi. Bahkan, hingga saat ini Desa Aeng Tong Tong memiliki lebih dari 600 empu atau pembuat keris.
Wawan juga mengkoordinir para empu di desa tersebut sehingga mampu menyajikan aktivitas wisata bagi para wisatawan berupa proses pembuatan keris.
Tak heran, bila beberapa empu keris di Desa Aeng Tong-tong Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep semakin dikenal tidak hanya di dalam negeri namun juga ke mancanegara. Karena Desa Aeng Tong-tong dikenal dengan potensi pengrajin keris nomor wahid di dunia.
Kunjungan Pejabat Negara dan Wisatawan Manca Negara
Rupanya, para kolektor sangat tertarik dengan keberadaan warisan budaya keris dari Desa Aeng Tong Tong ini. Keris besutan desa ini dikenal sebagai senjata raja yang tangguh sejak masa kerajaan Sumenep.
Ketangguhan tersebut, tidak terlepas dari proses pembuatannya. Pada proses pembuatannya mulai dari pemilihan besi, dilanjutkan dengan penempaan, kemudian pembentukan bilah, lalu kinata atau ukir besi sebagai ukiran, selanjutnya warangka atau membuat sarung keris yang secara umum terbuat dari kayu, Dan proses terakhir adalah mewarangi atau campuran cairan arsenikum dengan air jeruk nipis yang dioleskan atau dicelupkan ke keris.
Ribuan pengunjung silih berganti mendatangi Desa Wisata ini mulai dari pejabat negara, instansi, mahasiswa, komunitas, kolektor hingga wisatawan manca negara. Salah satunya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2022 ini.
Dukungan Astra, Memberikan Semangat Membara
Berkat berbagai kegigihan dan inovasi yang dilakukan wawan bersama kelompok pemuda, membawa Desa Aeng Tong Tong semakin dikenal luas dan mendapatkan penghargaan sebagai Kampung Berseri Astra di Tahun 2022.
Berkat apresiasi tersebut, wawan semakin tertantang untuk terus mengembangkan produk unggulan dan mengintegrasikan inisiatif 4 pilar program kontribusi sosial berkelanjutan Astra yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan, dalam satu komunitas kampung.
Tak sampai disitu saja, Astra juga mendukung mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas dan produktif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Desa Aeng Tong Tong.
Sebuah Bentuk Inovasi
Sebagai bentuk inovasi, namun tidak menghilangkan sisi originalitas sebuah pusaka keris. Wawan bersama kelompok senantiasa terus mengembangkan produk tambahan dengan produk inti berupa keris.
Dari inovasi ini, wawan berharap bisa memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat melalui produk tambahan seperti bolpen keris, Warangka, Keris mini, Pajangan Keris, Hingga Bros keris.
Dan tentunya, inovasi tersebut tidak akan menghilangkan sisi ciri khasnya. “Produk inovasinya harus mengikuti pakem” Pungkas Wawan.
Mendapatkan Penghargaan Nasional hingga Pengakuan Dunia
Berkat kerja kerasnya, Desa Aeng Tong-tong semakin banyak dikenal memiliki potensi pengrajin keris. Bahkan desanya ini telah meraih penghargaan sebagai terbaik 2 kategori Daya Tarik Wisata Budaya pada Anugerah Wisata Jatim 2018.
Tak hanya itu, Desa Aeng Tong Tong, Kabupaten Sumenep, Madura meraih penghargaan dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022 yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Dalam ajang yang diikuti oleh 3.419 desa wisata dari 34 provinsi se-Indonesia itu, Desa Aeng Tong Tong merebut Juara I Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022 Kategori Daya Tarik Pengunjung.
Meraih Rekor MURI dan Pengakuan Dunia
Selain itu, Desa Aeng Tong Tong tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai desa dengan empu keris terbanyak di dunia. Dan sejak tahun 2014, Desa Wisata Aeng Tong-Tong, Kabupaten Sumenep ini dinobatkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan Keilmuan dan Kebudayaan, sebagai satu-satunya Desa Wisata dengan empu keris terbanyak di dunia. Hal itu, semakin menguatkan Wawan bersama Kelompok Pemuda untuk bersinergi terus mengembangkan produk unggulannya tersebut.
Capaian ini juga turut diapresiasi dan dibanggakan oleh kalangan pejabat negara termasuk Gubernur Jatim “Ini adalah buah dari keuletan dan kreativitas warga Desa Aeng Tongtong dalam melestarikan warisan budaya leluhur,”
Sebagai Cinderamata Resmi Untuk Kepala Negara KTT G20
Berkat Segudang prestasi yang diraih Desa Aeng Tong Tong. Melalui Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) telah memesan dan menggunakan dua puluh keris buatan Desa Aeng Tong Tong Hadiah khusus atau cinderamata Resmi untuk para Kepala Negara dalam KTT G20 yang berlangsung di Bali pada bulan November 2022.
Hadiah khusus bagi para Kepala Negara di KTT G20 Bali akan memiliki kesan dengan nilai sejarah dan makna keris itu sendiri. Bisa dipastikan para kepala negara yang menerima keris sebagai hadiah istimewa ini akan diceritakan ke negara masing-masing sebagai simbol diplomasi dengan Indonesia.
Ajakan Bangkit Bersama Wawan bersama Kelompok Pemuda setempat, kini Desa Aeng Tong Tong kebanjiran pesanan silih berganti baik dari pemesan lokal maupun kancah Internasional. dan Masyarakat pun mengakui Budaya Keris sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat Desa Aeng Tong Tong “Mulai dari kita, bukan dari kamu” —